Minggu, 13 Januari 2013

Koperasi Di Indonesia "Hidup Segan Mati Tak Mau"



KOPERASI DI INDONESIA “HIDUP SEGAN, MATI TAK MAU”

          Setelah pembahasan “Kondisi Koperasi di Indonesia Saat Ini” yang cukup rumit mengenai sisi baik atau pun buruk koperasi di Indonesia yang masih mengalami kemajuan namun belom bisa memajukan perekonomian masyarakat Indonesia saat ini , mari kita kembali membahas mengenai “Koperasi di Indonesia Yang  Hidup Segan Mati Tak Mau”.
          Nasib koperasi di Indonesia saat ini cukup menghawatirkan yang mengikuti sebuah pepatah yaitu”Hidup Segan Mati Pun Tak Mau”, mengapa demikian?Itu lah yang tergambar di pikiran kita tentang kondisi koperasi di Indonesia.Meskipun pemerintah telah bergerak cepat untuk tanggap menghadapi permasalah ini.Akan tetapi pemerintah menekankan diri pada ekonomi nonliberal yaitu ekonomi yang tak pro terhadap rakyat.
Cita-cita pemerintah dengan mendirikan koperasi untuk menjadi sokoguru bagi perekonomian pemerintah, nampaknya masih tak tercapai.Dengan tujuan yang sangat mulia yaitu memakmurkan perekonomian bagi rakyatnya.Namun itu semua hanya sebagi sebuah hisapan sempol biasa karena system ekonomi yang nonliberal atau tidak pro dengan rakyat.Yang di maksudkan dari system tersebut ialah menyerahkan perekonomian kepada mekanisme pasar dan yang terjadi kemudian adalah yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin melarat.
          Koperasi memiliki prinsip-prinsip yang harus di ikuti oleh seluruh koperasi di Indonesia yaitu sebagai berikut:
1.     Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2.     Pengelolaan dilakukan secara demokratis
3.     Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa-jasa usaha yang dilakukan setiap anggotanya
4.     Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
5.     Kemandirian
6.     Pendidikan perkoperasian
7.     Kerjasama antar koperasi
Dengan rincian prinsip koperasi dia atas telihat jelas karakteristik yang berbeda dengan badan usaha lainya, dimana segala aspek permodalan dan usaha yang dilakukan secara mandiri.
Salah satu contoh koperasi yang sangat sentral saat ini ialah Koperasi Unit Daerah(KUD) yang semakin hari wujudnya makin tak terlihat. Usaha Koperasi Unit Desa dibentuk berdasarkan kebutuhan pelayanan kepada anggota seperti usaha simpan pinjam, sarana-sarana pertanian, memasarkan produksi anggota dan lain-lainnya.Namun kendala yang dihadapi oleh KUD berasal dari permodalan.Dengan permodalan yang minim ini lah yang membuat KUD itu sendiri berhenti di tengan jalan tanpa ada nya pencapaian yang jelas dalam usahanya.
          Kondisi memperhatikan ini yang membuat perekonominan rakyat tidak bisa maju.Permasalahan lain yang dihadapi oleh KUD adalah Sumber Daya Manusia(SDM) yang tak mengetahui mengenai koperasi dalam system keanggotaannya. Dalam hal ini sebenarnya pemerintah harus berandil besar untuk mensosialisasikan mengenai koperasi, namun apa daya pemerintah seolah tidak campur tangan dalam hal ini.
Kalau dilihat dari pertumbuhan koperasi, dari tahun ke tahun memang terjadi peningkatan, namun seiring dengan itu terdengar pula nasib buruk menimpa koperasi.Pada tahun 2010 misalnya, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 170.411 unit dengan jumlah anggota 29,240 juta. Terjadi peningkatan 9,97% dibanding 2008. Dari segi volume usaha, pada 2010 mencapai Rp 82,1 triliun atau naik 19,95% dibanding volume usaha pada 2008.
Tapi, angka capaian yang diperoleh koperasi itu belum bisa dikatakan sebuah keberhasilan yang pantas dibanggakan. Soalnya, anggota Majelis Pakar DEKOPIN (2010-2015), DR. Ir. Hj. Endang Setyawati Thohari, M.Sc., melihat lebih dari 10% koperasi yang ada di Indonesia itu sudah tidak aktif lagi. Dan, sebagian besar koperasi yang tidak beroperasi lagi tersebut berada di daerah pedesaan, yang lebih dikenal sebagai Koperasi Unit Desa (KUD).

Padahal, menurut Ketua Bidang Koperasi HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) ini, KUD dalam perjalanannya merupakan salah satu basis sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia.Artinya, kemandegan KUD menjadi cermin seretnya kemajuan perekonomian di pedesaan.Dan, ini membuat ancaman pengangguran di pedesaan semakin bertambah.
          Dari sini telihat jelas bahwa kemauan pemerintah membangun perekonomian berbasis kerakyata koperasi belum sepenuh hati.Karena banyak program yang sesungguhnya bermanfaat bagi masyarakat namun tak tersosialisasikan dengan baik.Salah satu contohnya adalah soal standarlisasi aturan pendirian koperasi yang tidak jelas.Akibatnya, masing-masing notaris memiliki aturan yang berbeda-beda dalam menentukan persyaratan pendirian koperasi.Situasi ini diperparah lagi oleh kemauan pemerintah yang terlanjur memilih sistem ekonomi liberal sebagai jiwa pembangunan ekonomi Indonesia.Padahal ekonomi pedesaan pada umumnya dan koperasi khususnya, tidak mungkin dibiarkan sendiri “berperang” menghadapi para pengusaha yang memiliki modal.
          Kemampuan sisi permodalan terutama KUD untuk mendapatkan akses biaya terkendala aturan main bank. Padahal dana masyarakat yang telah terkumpul di bank mencapai Rp 2.100 trilliun. Sesuai dengan ketentuan perbankan 80% dari dana masyarakat itu seharusnya dikembalikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau Loan Deposit Ratio(LDR).
Tapi, kenyataannya, hingga 2010 pengembalian dana atau LDR perbankan ke masyarakat untuk sektor pertanian baru mencapai 5%. Penyebabnya, tak lain, karena masyarakat kecil umumnya dan koperasi pada khususnya tidak sanggup memenuhi syarat untuk mendapatkan kucuran kredit yang dikenal dengan prudential bank berupa 5 C (capital, condition, character, capacity dan collateral).

Syarat lainnya, yang juga sulit, adalah soal karakter hasil pertanian yang dikelola KUD memiliki risiko yang sangat besar.Perbankan menganggap syarat ini penting lantaran sifat barang-barang produk pertanian mudah rusak, dan tidak tahan lama.
Akibat dari itu semua, yang terjadi kemudian terjadi saling tidak percaya antara petani dan koperasi di satu pihak dengan bank di lain pihak.Sehingga yang terjadi sekarang banyak petani dan koperasi yang memercayakan penyimpanan uangnya di bank, tetapi bank tidak mempercayai petani atau koperasi sebagai salah satu penerima kredit.
Maka dari sebab itu pemerintah harus mananamkan system perekonomian yang pro terhadap rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar